Takeda: Edukasi Jadi Fondasi dalam Penanganan Multiple Myeloma di Indonesia


Jakarta, 10 September 2025 – Dalam rangka Bulan Kesadaran Kanker Darah, Takeda bersama Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Multiple Myeloma Indonesia (MMI) meluncurkan edukasi media bertajuk “Sadari, Pahami & Berdamai dengan Multiple Myeloma”. Kegiatan ini bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya deteksi dini Multiple Myeloma, kanker darah yang sering terdiagnosis pada stadium lanjut.


Multiple Myeloma merupakan kanker darah terbanyak kedua di dunia dengan lebih dari 176 ribu kasus baru setiap tahun. Di Indonesia, menurut GLOBOCAN 2022, terdapat sekitar 3.289 kasus baru per tahun, menempati peringkat ke-19 dari seluruh jenis kanker. Sayangnya, banyak pasien baru mengetahui kondisinya setelah terjadi kerusakan organ, yang mempersempit pilihan terapi dan berdampak serius terhadap kualitas hidup mereka.


Direktur P2PTM Kemenkes RI, dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, menegaskan bahwa deteksi dini tidak hanya meningkatkan peluang kesintasan, tetapi juga menekan biaya pengobatan. “Makin dini kanker dideteksi, makin baik angka harapan hidupnya. Pemerintah telah menyiapkan strategi pencegahan dan pengendalian kanker, mulai dari promotif, preventif, skrining, peningkatan akses tata laksana, hingga kemitraan lintas sektor,” jelasnya.


Prof. dr. Ikhwan Rinaldi, Konsultan Hematologi-Onkologi Medik, menambahkan bahwa gejala Multiple Myeloma sering tidak dikenali sejak awal karena mirip dengan keluhan umum, seperti nyeri tulang, anemia, atau infeksi berulang. Hal ini menyebabkan pasien sering terlambat mencari bantuan medis. “Deteksi dini sangat penting untuk keberhasilan terapi, dan peran edukasi publik melalui media menjadi kunci agar masyarakat lebih waspada,” ujarnya.


Saat ini tersedia berbagai pilihan terapi untuk pasien Multiple Myeloma di Indonesia, baik oral maupun infus, mulai dari kemoterapi, kortikosteroid, imunomodulator, hingga terapi target seperti proteasome inhibitor. Menurut General Manager Takeda, Andreas Gutknecht, inovasi pengobatan harus sejalan dengan edukasi publik. “Perjalanan pasien kanker darah ini panjang dan penuh tantangan. Kami ingin memastikan bahwa pasien memiliki akses lebih luas terhadap pengobatan inovatif sekaligus dukungan untuk menjaga kualitas hidup mereka,” tegasnya.


Ketua MMI, dr. Abraham Michael, menyoroti pentingnya peran komunitas dan advokasi pasien. “Banyak pasien datang dalam kondisi berat karena terlambat terdiagnosis. Dengan edukasi, dukungan komunitas, serta kolaborasi bersama pemerintah, tenaga medis, dan industri, kita dapat menciptakan perubahan nyata. MMI berkomitmen menjadi wadah edukasi, berbagi pengalaman, dan memperkuat jejaring dukungan bagi pasien dan keluarganya,” jelasnya.


Kisah nyata penyintas Ibu Santyna Sanjaya menggambarkan perjalanan berat pasien Multiple Myeloma. Awalnya ia mengira gejala seperti nyeri dan pucat hanyalah keluhan biasa, hingga akhirnya divonis Multiple Myeloma setelah empat bulan pemeriksaan. “Perjalanan sebagai pasien bukan hanya soal penyakit, tetapi juga biaya, kecemasan, dan perubahan hidup. Dukungan keluarga, komunitas, dan organisasi pasien membuat kami tidak merasa sendirian. Harapan saya sederhana: akses pengobatan lebih luas agar pasien bisa hidup dengan kualitas yang layak dan penuh harapan,” ungkapnya.

Post a Comment

Previous Post Next Post